MAKALAH
“TAREKAT QADARIYAH WA NAQSABANDIYAH”
Makalah ini
diajukan untuk memenuhi tugas akhir mata kuliah Teosofi
Dosen Pengampu:
Abdun Nafi’ Kurniawan
Disusun Oleh :
1.
Ira
Jam’iyatul Qalbiyah
2.
Fery
Erdiana
3.
Zainur
Rifa’ Sagitarius
Jurusan Fisika
Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Maulana
Malik Ibrahim Malang
2017
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Sebagai makhluk
Tuhan, wajib mendekatkan diri kepada-Nya. Maka dari itu harus menempuh jalan
iktiar. Adapun salah satu jalan ihtiar yaitu dengan
mendalami lebih jauh ilmu tasawuf. Untuk mengetahui sesuatu
maka pasti ada ilmunya, banyak di kalangan orang-orang awam yang kurang
mengetahui mengenai ilmu mengenal tuhan (Tarekat). Tarekat berasal dari kata ‘thariqah’ yang artinya
‘jalan’. Jalan yang dimaksud di sini adalah jalan untuk menjadi orang bertaqwa,
menjadi orang yang diredhoi Allah s.w.t. Secara praktisnya tarekat adalah
kumpulan amalan-amalan lahir dan batin yang bertujuan untuk membawa seseorang
untuk menjadi orang bertaqwa.
Seorang penganut ilmu agama akan memulai pendekatannya dengan mempelajari
hukum Islam, yaitu praktik eksoteris atau diniawi Islam. Dan kemudian berlanjut
pada jalan pendekatan mistis keagamaan yang berbentuk tariqah, melalui praktik
spritual dan bimbingan seorang pemimpin tarekat, calon penghayat tarekat akan
berupaya untuk mencapai haqiqah (hakikat, atau kebenaran hakiki). Bila ditinjau
dari sisi lain, thariqah itu mempunyai tiga
sistem, yaitu: sistem kerahasiaan, sistem kekerabatan (persaudaraan), dan
sistem hirarki seperti khalifah tawajjuh atau khalifah suluk, syekh atau
mursyid, wali atau qutub. Kedudukan guru tarekat diperkokoh dengan ajaran
wasilah dan silsilah.
Di antara berbagai macam tarekat yang ada terdapat tarekat yang bernama Thariqah Qadiriyah wa Naqsyabandiyah. Thariqah Qadiriyah wa Naqsyabandiyah merupakan penggabungan dari dua tarekat besar
yaitu Thariqah Qadiriyah dan Thariqah Naqsyabandiyah. Penggabungan kedua Thariqah ini dimodifikasi sedemikian rupa, sehingga terbentuk sebuah tarekat yang
mandiri dan berbeda dengan kedu tarekat induknya. Jadi, Thariqah Qadiriyah wa Naqsyabandiyah yang ada di Indonesia merupakan tarekat yang
mandiri yang di dalamnya terdapat unsur-unsur Qadiriyah dan Naqsyabandiyah.
Pada kesempatan kali ini, kami mewawancarai seseorang yang merupakan warga dari
thariqah Qadiriyah wa Naqsyabandiyah, adapun salah satu tujuan kami mewawancarai
beliau agar kami dapat mengetahui sejarah dari thariqah tersebut.
1.2 Rumusan Masalah
1.
Bagaimana
sejarah berdirinya Thariqah Qadiriyah wa
Naqsyabandiyah?
2.
Bagaimana keorganisasian atau silsilahnya
hingga sampai ke Rasulullah dari Thariqah Qadiriyah wa Naqsyabandiyah?
3.
Apa saja aktivitas yang dilakukan sebagai warga dari Thariqah Qadiriyah wa
Naqsyabandiyah?
4.
Bagaimana pengamalan ibadah Thariqah Qadiriyah wa Naqsyabandiyah?
BAB II
PEMBAHASAN
Orang yang kami wawancarai merupakan pengikut
dari Thariqah Qadiriyah wa Naqsabandiyah. Beliau bernama Ibnu Ubaidillah yang
berasal dari Cirebon. Beliau bercerita
pada awalnya beliau diajak ikut thariqah ketika kelas 3 Madrasah Aliyah di
Pondok Pesantren Ikwanul Muslimin Cirebon. Beliau diajak oleh gurunya yang
merupakan guru thariqah, guru tauhid, guru bagian spiritual yang biasanya
mengajar kitab Syarhul Hikam. Gurunya tersebut mengajak semua teman-temannya
yang pada saat itu duduk di bangku kelas 3 Madrasah Aliyah tersebut untuk ikut thariqah
bertujuan sebagai kontrol dari keimanan
mereka dan juga sebagai bekal agar ketika mereka sudah tidak mendapat bimbingan
spiritual agar tidak jauh dari jalan yang sebenarnya, yaitu jalan lurus yang
dituju.
Beliau bercerita bahwa sebenarnya dari keluarga beliau sendiri itu
tidak setuju ketika beliau memutuskan untuk ikut thariqah. Hal ini dikarenakan
bagi orang-orang yang awam menganggap bahwa thariqah itu sangat tabu. Mereka
beranggapan bahwa syariatnya saja belum benar tetapi mau mengikuti thariqah.
Padahal tarekat merupakan jalan pintas untuk menuju Allah yang kita tuju dan
memang amalan-amalan yang dilakukan itu silsilahnya langsung sampai ke
Rasulullah, karena Rasulullah menitipkan beberapa amalan-amalan kepada beberapa
sahabatnya. Menurut beliau, tarekat itu yang dipelajari juga berbarengan dengan
syariat, karena jika hanya berkutik pada syariatnya saja itu akan hampa dan
tidak ada kedekatan spiritual.
Thariqah Qadiriyah wa Naqsabandiyah ini dicetuskan oleh seorang sufi yang
berasal dari Indonesia tepatnya berasal dari kabupaten Sambas provinsi
Kalimantan Barat, Syeikh Ahmad Khatib as-Sambasi pada abad XIX M. Di Indonesia sendiri, mengenai thariqah ini pusatnya berada di Pondok Pesantren Suryala Tasikmalaya
pengasuhnya adalah Syeikh Ahmad Sohibul Wafa Tajul Arifin atau yang dikenal
dengan panggilan Abah Anom. Beliau merupakan salah satu mursyid dari thariqah ini. Silsilah urutan ulama pada thariqah ini yang berada di Indonesia hingga
sampai ke Rasulullah itu berada mulai dari urutan yang ke-34 yang merupakan
pendiri dari thariqah ini.
Setelah Syeikh Ahmad Khatib as-Sambasi wafat, thariqah ini dilanjutkan oleh salah satu dari wakilnya yaitu Syeikh Thalhah
bin Talabudin bertempat di kampung Trusmi Desa Kalisapu, Gunungjati, Cirebon. Salah seorang muridnya yang bernama Abdullah Mubarok bin Nur Muhammad
yang kemudian dikenal sebagai Pendiri Pondok Pesantren Suryalaya. Setelah lama berguru, ketika beliau berusia 72 tahun, beliau
mendapat khirqah (pengangkatan secara resmi sebagai guru dan pengamal)
Thariqah Qadiriyah wa Naqsabandiyah dari gurunya Mama Guru Agung Syeikh Thalhah
Bin Talabudin (dalam silsilah urutan ke-35).
Syeikh Abdullah Mubarok bin Nur Muhammad ra. dalam silsilah
Thariqah Qadiriyah wa Naqsabandiyah berada pada urutan ke-36,
setelah Syeikh Tholhah bin Talabudin ra. Beliau dikenal dengan panggilan Abah
Sepuh yang dikarenakan usianya yang sudah sepuh. Di antara murid-muridnya Abah
Sepuh ada yang paling menonjol dan memenuhi syarat untuk melanjutkan
kepemimpinannya sebagai mursyid. Murid tersebut adalah putranya sendiri yang
ke-5 yaitu Abah Anom. Sepeninggal Syeikh Abdullah Mubarak bin Nur Muhammad sebagai
mursyid Thariqah Qadiriyah wa Naqsabandiyah yang berpusat di Pondok Pesantren Suryalaya dilanjutkan oleh Syeikh Ahmad Shohibul Wafa Tajul Arifin. Berikut
ini adalah silsilah dari thariqah Qadiriyah wa Naqsabandiyah di Pondok
Pesantren Suryalaya Tasikmalaya:
- 1. Robbul Arbaabi wa mu’tiqur-qoobi Allah S.W.T.
- 2. Sayyidunaa Jibril A.S.
- 3. Sayyidunaa Nabi Muhammad S.A.W
- 4. Sayyidunaa ‘Alliyyu karrama ‘llohu wajhah. (Sayyidunaa Ali Bin Abi Thalib)
- 5. Sayyidunaa Hussain R.A
- 6. Sayyidunaa Zainul Aabidinn R.A
- 7. Sayyidunaa Muhammadul Baaqir R.A
- 8. Sayyidunaa Ja’farus Shoodiq R.A
- 9. Sayyidunaa Imam Muusa Alkaadhim R.A
- 10. Syeikh Abul Hasan ‘Alii bin Muusa R.A
- 11. Syeikh Ma’ruuful Kurkhi R.A
- 12. Syeikh Sirris Saqothii R.A
- 13. Syeikh Abul Qoosim Al-Junaedil Baghdaadii R.A
- 14. Syeikh Abuu Bakrin Dilfis Syibli R.A
- 15. Syeikh Abul Fadli Ao’abdul Waahid at Tamiimii R.A
- 16. Syeikh Abdul Faroj at Thurthuusi R.A
- 17. Syeikh Abul Hasan ‘Alii bin Yuusuf al Qirsyi al Hakaarii R.A
- 18. Syeikh Abuu Sa’iid al Mubarok bin ‘Alii al Makhzuumii R.A
- 19. Syeikh ‘Abdul Qodir Al Jaelanii q.s.
- 20. Syeikh ‘Abdul ‘Aziiz R.A
- 21. Syeikh Muhammad Al Hattak R.A
- 22. Syeikh Syamsuddin R.A
- 23. Syeikh Syarofuddiin R.A
- 24. Syeikh Nuuruddiin R.A
- 25. Syeikh Waliyuddiin R.A
- 26. Syeikh Hisyaamuddiin R.A
- 27. Syeikh Yahya R.A
- 28. Syeikh Abuu Bakrin R.A
- 29. Syeikh ‘Abdur rohiim R.A
- 30. Syeikh ‘Utsman R.A
- 31. Syeikh ‘Abdul Fattah R.A
- 32. Syeikh Muhammad Murood R.A
- 33. Syeikh Syamsuddiin R.A
- 34. Syeikh Ahmad Khootib Syambaasi Ibnu ‘Abdul Ghoffaar R.A
- 35. Syeikh Thalhah Kali Sapu Cirebon R.A
- 36. Syeikh Abdullah Mubarok bin Nur Muhammad R.A atau Abah Sepuh Pendiri Pondok Pesantren Suryalaya.
- 37. Syeikh Ahmad Shohibul Wafa Tajul Arifin R.A. atau Abah Anom Pimpinan Pondok Pesantren Suryalaya.
Ajarah Syeikh Ahmad Khatib Sambas hingga saat ini dapat dikenali
dari karya Fathul Arifin yang merupakah notulensi dari ceramah-ceramahnya yang
ditulis oleh salah seorang muridnya, Muhammad Ismail bin Abdurrahim. Notulensi
ini dibukukan di Makkah pada tahun 1295 H. kitab ini memuat tentang tata cara, baiat, talqin, dzikir, muqarobah
dan silsilah Thariqah Qadiriyah wa Naqsyabandiyah. Amalan dari thariqat ini
dibagi menjadi empat, yaitu:
1. Amalan Harian
Semua amalannya sebenarnya sudah ada panduannya dalam buku
panduan yang diberikan kepada setiap
anggota dari thariqah tersebut yang sudah dibaiat atau di talqin. Sebagai
contoh yaitu dari amalan harian yang dilakukan pada setiap selesai shalat
fardhu, pertama-tama itu membaca tawasul yang dikhususkan kepada rasulullah, membaca istighfar, lalu
membaca shalawat. Setelah itu membaca kalimat thoyyibah, adapun dari kalimat
thoyyibah tersebut adalah lafadz Laa Ilaa Ha Illallah dan diikuti dengan gerakannya
sebanyak 165 kali. Gerakannya itu kepala naik ke atas, kemudian ke kanan dan ke
kiri untuk menutup dari godaaan setan, lalu ke bawah ke arah hati untuk
menghilangkan kotoran-kotoran yang terdapat dihati. Ketika membaca lafadz tersebut
posisi duduknya kebalikan dari posisi duduk tahiyat akhir. Itu merupakan dzikir
yang jahr.
Sedangkan dzikir khofi atau dzikir sirri nya dengan membaca lafadz
Jalalah. Ketika memberi tahu seseorang mengenai dzikir ini, bagi warga thariqah
tidak boleh menggunakan lisan. Posisi lidahnya dinaikkan ke atas dan menunduk
kearah hati sambil digetarkan dengan ketukan jari, jika dicontohkan dengan
lafadz mengenai ketukannya itu dengan kata asbaq. Dan dzikir khofi ini dibaca
setiap waktu dalam keadaaan seperti apapun dan berada dimana pun. Setelah
mengamalkan dzikir tersebut maka yang mengamalkan nya akan merasa tenang,
tentram dan damai bahkan sampai menangis ketika berdzikir. Selain lafadz
tersebut adapula dzikir yang menggunakan asmaul husna, seperti ya lahiif. Dan
hitungan dari dzikir tersebut menggunakan hitungan abajadun.
2. Amalan Mingguan
Amalan ini biasa dilakukan sebanyak
sekali atau 2 kali dalam seminggu. Kegiatan ini merupakan bermujahadah bersama yang bisa disebut
tawajjuj Kegiatannya berupa pengajian dan pembacaan rotib khataman
Al-Qur’an. Dan dalam pembacaan rotib khataman menggunakan lafadz-lafadz
tertentu. Selain khataman, kegiatan yang dilakukan untuk amalan mingguannya
berupa shalat-shalat sunnah dan istighosah. Kegiatan ini berfungsi sebagai
penguat keimanan dalam minggu tersebut.
3. Amalan Bulanan
Amalan bulanan merupakan Kegiatan rutin yang dilaksanakan
setiap satu bulan sekali adalah mujahadah bersama yang berisi pembacaan rotib
istighosah, dan sholat sunnah manaqiban,membaca manaqib yang merupakan sejarah
dari syeikh Abdul Qodir Al-Jailani,
fida’an, pengajian.
4. Amalan Tahunan
Inti dari kegiatan yang dilakukan setahun sekali ini adalah kholwat
(intensifikasi ibadah dan pengamalan ajaran tarekat didalam ribat atau
pesantren). Dengan niat ibadah taqorroban ilallah atau mendekatkan diri kepada
Allah.
Untuk mengikuti suatu thariqah itu pada dasarnya tidak ada syarat-syarat
tertentu yang harus dipenuhi. Akan tetapi, harus ada kemauan dari diri sendiri
seiring dengan syariat yang dijalankan. Jika antara-amalan-amalan dalam
thariqah dan syariat tidak dijalankan dalam bersamaan, ditakutkan akan membawa
efek yang buruk seperti stres, gila dll. Karena untuk menjadi warga thariqah
itu pada dasarnya harus siap gila. Hal ini dikarenakan ketika melakukan dzikir
maka dia tidak akan memandang apa yang ada di sekitarnya.
BAB III
PENUTUP
1.1
Kesimpulan
Berdasarkan wawancara yang telah
kami lakukan, dapat disimpulkan sebagai berikut:
1.
Thariqah Qadiriyah wa Naqsabandiyah ini didirikan oleh seorang sufi yang
berasal dari Indonesia tepatnya berasal dari kabupaten Sambas provinsi Kalimantan
Barat, Syeikh Ahmad Khatib as-Sambasi pada abad XIX M. thariqah ini merupakan
gabungan dari thariqah Qadiriyah dan thariqah Naqsabandiyah.
2. Silsilah
urutan mursyid yang ada di Indonesia hingga sampai kepada Rasulullah berada
pada urutan ke-34, yaitu Syeikh Ahmad Khatib as-Sambasi, sebagai pencetus dari
thariqah ini. Lalu, dilanjutkan oleh Syeikh Thalhah bin Talabudin pada urutan
ke-35. Kemudian, Syeikh Abdullah Mubarok bin Nur Muhammad pada urutan ke-36
atau yang lebih dikenal dengan Abah Sepuh. Setelah itu, Syeikh Ahmad Shohibul
Wafa Tajul Arifin, beliau merupakan putra dari Abah Sepuh. Beliau sering di
panggil dengan sebutan Abah Anom, dan beliau ini berada pada urutan ke-37.
3. Aktivitas
yang dilakukan oleh warga thariqah Qadiriyah wa Naqsabandiyah biasanya berupa
pengamalan dzikir-dzikir baik itu yang dilakukan setiap setelah shalat fardhu
atau yang dilakukan disetiap waktu dalam keadaan apapun dan dimanapun.
4. Amalan yang
dilakukan oleh warga thariqah Qadiriyah wa
Naqsabandiyah, dibagi menjadi empat, yaitu: amalan harian, amalan mingguan,
amalan bulanan, dan amalan tahunan.
LAMPIRAN
0 komentar:
Posting Komentar